I.
DEFINISI PANTAI
1.1.
Definisi Pantai
Ada
dua istilah kepantaian dalam bahasa Indonesia yang sering rancu pemakaiannya,
yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Pesisir adalah daerah darat di
tepi laut yang masih mendapat pengaruh laut seperti pasang surut, angin laut,
dan perembesan air laut. Sedang pantai adalah daerah di tepi perairan yang
dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah. Daerah daratan
adalah daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan daratan dimulai dari
batas garis pasang tertinggi. Daerah lautan adalah daerah yang terletak di atas
dan di bawah permukaan laut di mulai dari sisi laut pada garis surut terendah,
termasuk dasar laut dan bagian bumi di bawahnya. Garis pantai adalah garis
batas pertemuan antara daratan dan air laut, dimana posisinya tidak tetap dan
dapat berpindah sesuai dengan pasang surut air laut dan erosi pantai yang
terjadi. Sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang
mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai.
Kriteria sempandan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya sesuai
dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 m dari titik pasang
tertinggi kearah daratan.
1.2.
Pantai Di Indonesia
Indonesia
sebagai Negara kepulauan mempunyai lebih dari 3700 pulau dan wilayah pantai
sepanjang 80.000 km. wilayah pantai ini merupakan daerah yang sangat sensitive
dimanfaatkan untuk kegiatan manusia, seperti sebagai kawasan pusat
pemerintahan, pemukiman, industry, pelabuhan, pertambakan, pertanian/perikanan,
pariwisata, dan sebagainya. Adanya berbagai kegiatan tersebut dapat menimbulkan
peningkatan kebutuhan akan lahan, prasarana dan sebagainya, yang selanjutnya
akan mengakibatkan timbulnya masalah-masalah baru seperti hal-hal berikut ini :
1.
Erosi pantai,
yang termasuk kawasan pemukiman dan prasarana kota yang berupa mundurnya garis
pantai. Erosi pantai bisa terjadi secara alami oleh serangan gelombang atau
karena adanya kegiatan manusia seperti penebangan hutan bakau, pengambilan
karang pantai, pembangunan pelabuahan atau bangunan pantai lainnya, perluasan
areal tambak kea rah laut tanpa memperhatikan wilayah sempadan pantai, dan
sebagainya.
2.
Tanah timbul
sebagai akibat endapan pantai dan menyebabkan majunya garis pantai. Majunya
garis pantai, di satu pihak dapat dikatakan menguntungkan karena timbulnya
lahan baru, sementara dipihak lain dapat menyebabkan masalah drainasi perkotaan
di daerah pantai.
3.
Pembelokan atau
pendangkalan muara sungai yang dapat menyebabkan tersumbatnya aliran sungai
sehingga mengakibatkan banjir di daerah hulu.
4.
Pencemaran
lingkungan akibat limbah dari kawasan industry atau pemukiman/perkotaan yang
dapat merusak ekologi.
5.
Penurunan tanah
dan instrusi air asin pada akuifer akibat pemompaan air tanah yang berlebihan.
Dengan semakin intensifnya pemanfaatan daerah pantai
untuk kegiatan manusia, masalah-masalah tersebut juga semakin meningkat.
1.3.
Bentuk Pantai
Bentuk prosil pantai sangat dipengaruhi
oleh serangan gelombang, sifat-sifat sedimen seperti rapat massa dan tahanan
terhadap erosi, ukuran dan bentuk partikel, kondisi gelombang dan arus, serta
batimetri pantai.
Pantai bisa terbentuk dari material
dasar yang berupa lumpur, pasir atau kerikil (gravel). Kemiringan dasar pantai
tergantung pada bentuk dan ukuran material dasar. Pantai lumpur mempunyai
kemiringan sangat kecil sampai mencapai 1:5000. Kemiringan pantai pasir lebih
besar yang berkisar antara 1:20 dan 1:50. Kemiringan pantai berkerikil bisa
mencapai 1:4. Pantai berlumpur banyak dijumpai di daerah pantai di mana banyak
sungai yang mengangkut sedimen suspense bermuara di daerah tersebut dan
gelombang relative kecil. Pantai utara Jawa dan timur Sumatra sebagian besar
merupakan pantai berlumpur. Sebagian besar pantai yang menghadap ke Samudera
Indonesia, seperti pantai selatan Jawa, Bali, Nusa Tenggara, pantai barat
Sumatera, adalah pantai berpasir. Kedua tipe pantai tersebut mempunyai sifat
berbeda.
II.
PENGETAHUAN DASAR MENGENAI HUTAN MANGROVE
1.1.
Pendahuluan
Pada berbagai bentang alam di muka bumi terdapat berbagai macam formasi hutan
berdasarkan tempat tumbuhnya. Di Indonesia, terdapat tujuh macam formasi hutan,
yaitu hutan hujan tropika, hutan musim, hutan kerangas, hutan gambut, hutan
rawa, hutan pantai, dan hutan mangrove. Kata mangrove merupakan kombinasi
antara bahasa Portugis mangue dan
bahasa Inggris grove. Dalam bahasa
Inggris, kata mangrove digunakan untuk komunitas tumbuhan yang tumbuh didaerah
jangkauan pasang-surut maupun untuk individu-individu spesies tumbuhan yang
menyusun komunitas tersebut. Sedangkan dalam bahasa Portugis, kata mangrove digunakan untuk menyatakan
individu spesies tumbuhan dan kata mangal
untuk menyatakan komunitas tumbuhan tersebut. Food and Agricultural
Organization (FAO 2003) mengartikan mangrove sebagai vegetasi yang tumbuh
dilingkungan estuaria pantai yang dapat ditemui di garis pantai tropika dan
subtropika yang bisa memiliki funsi-fungsi social ekonomi dan lingkungan.
1.2.
Biogeografi
Mangrove
FAO/UNEP melakukan estimasi luasan hutan
mangrove secara global untuk pertama kalinya dalam Tropical Forest Resources Assesment pada tahun 1980. Pada masa itu,
luasan mangrove diperkirakan 15,6 juta hektar. Penyebaran umum hutan mangrove
berkaitan erat dengan penyebaran hutan tropis, tetapi bisa juga menyebar lebih
jauh kearah utara dan selatan ekuator, bahkan terdapat juga di luar daerah
tropical walaupun dengan luasan yang tidak berarti (FAO 2003). Lokasi mangrove
paling utara adalah bagian tenggara Pulau Kyushu, jepang, dimana hanya
ditemukan satu spesies saja (Kandelia
candel), sedangkan lokasi paling selatan adalah bagian utara Selandia Baru
dimana hanya teridentifikasi satu spesies saja, yaitu Avecennia marina. Secara umum, penyebaran mangrove di dunia dibagi
kedalam dua kelompok (Champman 1977 dan Tomlinson 1986) :
1.
The Old World
Mangrove yang meliputi Afrika Timur, Laut Merah, India, Asia Tenggara, Jepang, Filipina,
Australia, New Zealand, Kepulauan Pasifik, dan Samoa. Kelompok ini disebut Grup Timur.
2.
The new world
mangrove yang meliputi Pantai Atlantik Dari Afrika Dan Amerika, Meksiko, dan Pantai
Pasifik Amerika, dan kepulauan Galapagos. Kelompok ini disebut Grup Barat.
1.3.
Fungsi Hutan Mangrove
Fungsi hutan
mangrove dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu fungsi biologis/ekologis,
fungsi fisik, dan fungsi social-ekonomis. Sedangkan manfaat mangrove adalah
sebagai peningkatan taraf hidup masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari dua
tingkatan, yaitu tingkat ekosistem mangrove secara keseluruhan (lahan tambak,
lahan pertanian, kolam garam, ekowisata) dan tingkat komponen ekosistem sebagai
primary biotic component (masing-masing
flora dan faunanya)
1.4.
Flora
Mangrove
Flora di
mangrove terdiri dari pohon, epifit, liana, alga, bakteri, dan fungi. Komunitas
flora di hutan mangrove dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu flora
inti mangrove (flora yang mempunyai peran ekologi utama dalam formasi mangrove)
dan flora mangrove peripheral (flora
mangrove yang secara ekologi berperan dalam formasi hutan mangrove, tetapi juga
flora tersebut berperan penting dalam formasi hutan lainnya).
1.5.
Fauna Mangrove
Secara umum,
fauna di hutan mangrove terdiri atas fauna
terestris dan fauna laut (Macnae
1968). Seperti yang dinyatakan oleh Bengen (2001) bnayak komunitas fauna
mangrove membentuk pencampuran antara dua kelompok, yaitu fauna daratan dan
kelompok fauna di perairan. Kelompok fauna daratan tidak mempunyai adaptasi
khusus untuk hidup di dalam hutan mangrove, karena mereka hidup di luar
jangkauan air laut, pada bagian pohon yang tinggi, meskipun mereka dapat
mencari pakan berupa hewan laut pada saat air surut. Sedangkan kelompok fauna
perairan/akuatik, terdiri atas dua tipe, yaitu : (a) fauna yang hidup di kolom
air, terutama berbagai jenis ikan, dan udang; dan (b) yang menempati substrat
baik keras (akar dan batang pohon mangrove) maupun lunak (lumpur), terutama
kepiting, karang dan berbagai jenis invertebrate lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anugerah Nontji, 1987,
Laut Nusantara, Penerbit Djambatan Jakarta.
Champman VJ. 1975.
Mangrove Biogeography. Auckland: Auckland University.